Jakarta, Klikanggaran.com (24/10 /2017) - 3 tahun pemerintahan Jokowi belum menunjukkan hasil yang memuaskan bagi peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia. 8 menteri perempuan dalam Kabinet Jokowi bahkan tidak dapat memberikan perubahan signifikan bagi kehidupan kaum perempuan.
Sebagian rakyat menilai, kegagalan Jokowi bukan hanya dalam melaksanakan 6 Amanat Reformasi, namun pemerintahan Jokowi juga dinilai sangat jauh dari keberpihakannya pada permasalahan-permasalahan perempuan.
Ketidakberpihakan pemerintah Jokowi kepada perempuan, menurut Kordinator Pemberdayaan Perempuan Institut Perempuan Indonesia, Tuti Laela Sari, diperlihatkan oleh pernyataan aparat negara sendiri. Yaitu Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian, yang menyatakan bahwa polisi harus bertanya kepada korban tindak kejahatan pemerkosaan, apakah mereka merasa baik-baik saja usai diperkosa? Ia juga menceritakan bahwa polisi juga perlu bertanya kepada korban, apakah mereka merasa nyaman ketika tindak kejahatan itu terjadi?
Menurut Tuti Laela Sari, pernyataan Kapolri, Tito Karnavian ini, betul-betul melukai kaum perempuan, apalagi saat ini negara seperti yang dia ungkapkan, tidak berpihak kepada kaum perempuan. Hal ini bisa dilihat dari adanya peningkatan perkosaan kepada perempuan setiap tahun.
“Lihat saja data Komnas Perempuan, kekerasan pada perempuan sebanyak kurang lebih 3.860 kasus, dan meningkat di tahun 2015 menjadi 6.499 kasus, terus meningkat pada tahun 2016 menjadi 11.2017 sampai pada 2017 peningkatan kekerasan perempuan terus saja terjadi,” ungkap Tuti.
“Ini menandakan Negara dan pemerintah kurang berpihak kepada perempuan, kesejahteran perempuan jadi terganggu,” kata Tuti Laela sari.
Apalagi, lanjutnya, adanya kenaikan listrik dan pencabutan subsidi BBM selama ini, sangat memukul kaum perempuan, karena sangat berdampak pada kenaikan harga dan biaya hidup. Perempuan Indonesia semakin terpuruk. Mereka terus mengalami tekanan ekonomi dan kesulitan hidup. Pemerintahan Jokowi bahkan tidak menyentuh kehidupan ekonomi perempuan, upah perempuan di masa ini masih rendah, sarana dan perangkat hukum bagi perlindungan hak-hak perempuan juga tidak dilahirkan di pemerintahan ini. Sehingga kesulitan yang dialami perempuan di Indonesia menurut Tuti menjadi semakin beragam dan kompleks.