Jakarta, Klikanggaran.com - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, membeberkan bahwa saat ini kita sedang menyaksikan pembangunan proyek strategis nasional berupa pembangunan kilang RDMP Balikpapan yang terseok-seok kemajuannya. Progresnya masih sekitar 33 persen dan molor dari target operasi awalnya yang direncanakan pada tahun 2023 menjadi 2026.
Ironisnya, ungkap Yusri, di saat bersamaan kini kita juga disajikan proses pemilihan pembangunan kilang GRR Olefin TPPI Tuban yang diduga akan berpotensi bermasalah juga di kemudian hari, jika Tim Tender Kilang Pertamina tetap memaksakan kehendaknya.
"Pasalnya, Ketua Tim Tender Sub Holding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina International (PT KPI) untuk pembangunan Kilang Olefin TPPI Tuban, Muhammad Lutfi pada 20 Mei 2021 telah mengumumkan dua konsorsium sebagai pemenang untuk melakukan Design Build Competition (DBC) Package of TPPI Olifin Complex Development Project," ujar Yusri, Senin (21-6).
"Pemenang pertama yaitu Konsorsium Hyundai Engineering Co,Ltd dengan PT Rekayasa Industri, PT Enviromate Tehnologi International and Saipem S,p,A. Pemenang kedua, konsorsium Techip Italy S.p.A, dengan PT Tri Patra Engineers and Contractors, PT Technip Indonesia and Samsung Engineering Co, Ltd," lanjut Yusri.
Menurut Yusri, untuk tahap DBC itu berbiaya sekitar USD 45 juta. "Namun perlu diketahui, untuk model tender sistem satu paket ini adalah sistem yang pertama sekali dilakukan oleh Pertamina. Sebelumnya Tender dilakukan secara bertahap, yakni dimulai dengan pemilihan pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan Front End Engineering Design (FEED) sampai dengan selesai, terakhir Engineering Procurement Contractor (EPC) ditenderkan," ulas Yusri.
Lebih lanjut Yusri mengungkapkan, ada pertanyaan yang menggelitik saat ini. "Apa motif Pertamina menggunakan skema DBC untuk pembangunan kilang Olefin TPPI dengan menyerahkan semua urusan BED dan FEED kepada kontraktor EPC? Apakah ini pertanda Pertamina sudah tidak memiliki cukup sumber daya manusia yang mumpuni di bidang kilang lagi, sehingga semuanya harus dipasrahkan kepada kontraktor EPC?," ungkap Yusri.
Selain itu, lanjut Yusri, ternyata TPPI pada tahun 1997 telah menyelesaikan BED untuk kilang olefin, yang juga berkapasitas 700,000 MTA Ethylene. Bahkan ditemukan dokumen kontrak EPC antara PT TPPI dengan ABC International Projects, Inc dan perusahan Stone & Webster dari Amerika. Hanya saja, karena krisis ekonomi melanda Indonesia saat itu, proyek EPC-nya terhenti.
"Sehingga timbul pertanyaan lagi, mengapa Tim Tender Pertamina untuk BED kilang Olefin tidak mereview dokumen yang sudah ada?," beber Yusri.
Namun harus diingat, kata Yusri, sejak September 2020, CERI telah mengkritisi bahwa proses tender kilang ini sejak awal diduga cacat prosedur karena malanggar peraturan dan perundang undangan jasa konstruksi yang berlaku. "Sehingga lebih baik agar ditender ulang saja," tukas Yusri.
"Saat itu kami telah menguraikan sejumlah temuan selama proses tender berlangsung, sehingga terdengar kabar prosesnya akan ditender ulang. Namun belakangan beredar info ada kekuatan besar di luar Pertamina yangdiduga telah menekan petinggi Pertamina agar proses itu diteruskan saja dan agar diumumkan segera pemenangnya," ungkap Yusri.
Penerusan proses yang diduga bermasalah sejak awal itu, lanjut Yusri, yakni dengan membangun narasi bahwa Presiden Jokowi ingin pembangunan kilang harus cepat direaliasikan segera, dan akan tertunda jika harus ditender ulang, ini tidak boleh terjadi.
"Semua proses seharusnya mengikuti peraturan dan perundang undangan jasa konstruksi yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Bukan sesuai keinginan Pertamina sendiri atau sesuai aturan yang diduga telah direkayasa oleh tim Tender Pertamina untuk memenangkan salah satu Bidder," ungkap Yusri.
Padahal, kata Yusri, sebelumnya Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melalui testimoni di youtube yang beredar luas, telah mengirim pesan penting kepada semua pejabat Pertamina terkait pembangunan Kilang. Pesan itu menegaskan agar jangan sembarang pilih Kontraktor konsorsium EPC. Kontraktor harus mempunyai rekam jejak yang baik dan teruji, karena membangun kilang harus dengan teknologi tinggi, sehingga diperoleh kualitas produk kilang yang terjamin dan harganya bersaing karena efisiensinya tinggi.
"Bahkan Ahok mengibaratkan, jika mau balap Formula One, jangan supir taxi disuruh bawa mobil di Formula one, carilah supir yang benar-benar bisa mengendarai mobil tersebut, jika tidak maka akan menimbulkan masalah," beber Yusri.