"Akan tetapi, dalam perjalanan kerjasama usaha, prestasi kerja pembangunan beberapa unit rumah yang sudah dilaksanakan oleh PT TPB tidak ditunaikan/dibayar cash sekitar Rp150 juta, sehingga "buyar" semua pelaksanaan hak dan kewajiban pada klausul demi klausul perjanjian kerjasama usaha tersebut," ujarnya
Lanjutnya, bahwa pada titik ini semua progres pembangunan rumah telah berstatus proyek KPR property gagal, berikut pula menurut informasi dari sumber terpercaya, bahwa pembayaran angsuran kredit dari PT MDS kepada Bank BTN tidak pernah dilakukan angsuran.
"Selanjutnya terdapat pihak Bank BTN wilayah Palembang yang menjalin kerjasama sebagai pemberi KMK kepada PT MDS untuk pembangunan rumah dengan sistem KPR, telah dicairkan plafond kredit sebesar Rp1,5 miliar. Dalam tenggang masa waktu pelaksanaan, PT MDS tidak mampu melaksanakan kewajiban pada kontrak, sehingga terakhir telah diproses menjadi agunan KMK macet, berstatus perintah lelang dengan telah terpasangnya plang pengumuman lelang oleh Bank BTN wilayah Palembang.
"Kemudian pada sekitar ruang waktu Februari 2020, hadir person yang semula menyandang nama kecil Tata, dan/atau sebagian keluarga kecil lainnya di Lubuklinggau yang telah lama berpisah memanggilnya sebagai Tika. Melalui keluarganya berinisial YS, mempertanyakan peluang bisnis apa yang bisa digarapnya di Kota Lubuklinggau, Bahwa karena kebetulan sebelumnya YS adalah salah satu orang kepercayaan RH (PT MDS) untuk menjaga aset tanah perumahan linggau valley PT MDS."
"Maka secara polos diceritakan-lah terdapat kegiatan property gagal perumahan linggau valley. Cerita ini disambut oleh Tata/Tika dengan adanya komunikasi langsung dengan Sdr RH (MDS) berdomisili di Jakarta, dimana perkenalan pertama menurut Sdr RH sosok ini mengaku bernama Tika, kemudian benar ada berbagai pembicaraan lisan yang lantas berkembang dengan adanya pertemuan informal antara Person yang mewakili Bank BTN, berikut disertai Subkon PT TPB, dimana kemudian yang lebih intensif mewujudkan skema take over adalah 3 Pihak saja," papar Nun.
Lebih lanjut Nurusulhi menuturkan, karena posisi Bank BTN belum pernah mencabut penetapan tanah sebagai agunan dengan telah 'jatuh' perintah lelang, ternyata tanpa ada proses legal formal take over, ada perjanjian dibawah tangan antara RH dengan Tika dengan kewajiban Tika pada waktu yang dijanjikan akan menunaikan pembayaran sebesar Rp1,8 M untuk kemudian disetorkan kepada Bank BTN wilayah Palembang Rp1,5 miliar, kemudian akan diterima RH (MDS) sebesar Rp300 juta.
"Selanjutnya, dari hak penerimaan RH wajib dibagikan pula kepada BM (TPB) sebesar Rp150 juta sebagai pembayaran hutang usaha RH kepada BM. Dalam periode bulan Maret sampai Mei 2020 telah melakukan pemasaran dan menerima dana konsumen, padahal badan hukum legal PT BNS belum ada selembar pun. Maka untuk menutupi ketidakmampuan membuat dan atau memenuhi persyaratan dokumen perizinan sebagai perusahaan property syariah. Dijalankan strategi "Road Show Audiensi" kepada para pemangku kepentingan, diantaranya adalah Wali Kota Lubuklinggau dan Ketua DPRD," tandasnya.