Jakarta,Klikanggaran.com - Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Lubuklinggau, Kamis 30 Juli 2020, bertempat di Kompleks Perumahan Lubuk Kupang, Kota Lubuklinggau, melakukan agenda permintaan klarifikasi kepada Pelaku Usaha/Pengembang Perumahan Sistem KPR Syariah dengan PT Buraq.
Atas kesimpulan yang didapatkan dari klarifikasi tersebut, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), turut angkat bicara.
"Terkait dengan perumahaan buraq yang berkedok syariah, dalam hal ini menandakan lemah nya bentuk pengawasan pemerintah dalam pemberian izin, kalau dari sisi perlindungan konsumen, konsumen sangat lemah dalam posisi nya karena perumahan syariah tidak ada intervensi dari negara, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, dalam hal pengawasan dan perizinan, dan PT Buraq ini tidak mempunyai izin yang jelas, seharusnya Pemerintah Daerah melalui dinas perumahan wajib menghentikan promosi maupun pembangunnya agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi dari sisi konsumen," ujar Ketua YLKI, Tulus Abadi, melalui Kabid Pengaduan, Aji Warsito, saat dikonfirmasi Klikanggaran.com, Kamis (6-7).
YLKI juga menghimbau kepada masyarakat atau konsumen harus cermat sebelum membeli perumahan berbasis syariah.
"Kami juga menghimbau masyarakat/konsumen sebelum membeli rumah, apalagi perumahan tersebut diiming-imingi berbasis syariah, harus berhati-hati, cermat, dan jeli jika mendapatkan tawaran-tawaran dari pengembang tersebut. Caranya adalah, konsumen bisa mengecek dan memastikan pengembang tersebut teregistrasi dan terdaftar di Kementerian PUPR RI melalui aplikasi SIRENG," jelasnya.
Ia juga menjelaskan, bagi konsumen yang membeli cash nasibnya akan rugi besar.
"Konsumennya kan banyak, dari jumlah konsumen tersebut pasti ada konsumen yang membeli rumah tersebut secara cash maupun kredit, kalo konsumen yang membeli secara kredit ketika terjadi masalah dari pengembang tersebut, konsumen tersebut tidak menimbulkan kerugian yang sangat besar, walaupun rugi juga, tetapi yang membeli cash bagaimana nasibnya pasti akan rugi besar," tandasnya.
Untuk diketahui, adapun kesimpulam klarifikasi BPSK dan PT Buraq sebagai berikut:
(a). Bahwa badan hukum pelaku usaha bukan seperti yang tercantum pada brosur resmi, yakni PT Buraq, melainkan Badan Hukum lain PT Diruma, yang menurut keterangan Managemen merupakan hasil take over hanya secara lisan, sehingga tidak terdapat fakta yuridis suatu dokumen hukum legal prosesi take over.
(b). Bahwa Managemen tidak dapat membuktikan Keanggotaan REI dan/atau telah berafiliasi dengan induk organisasi pengembang sebagai pelaku usaha yang wajib mempedomani regulasi perumahan.
(c) Bahwa pada program KPR yang mengusung label “Syariah” belum pernah memiliki Dewan Pengawas dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan/atau lembaga keagamaan islam yang berkompeten mengeluarkan sertifikasi KPR Syariah.
(d). Bahwa pada janji-janji Iklan/Brosur/Pamflet tentang bonus berbagai leralatan rumah, tanpa BI cheking, tanpa riba, tanpa sita, dan sebagian, tidak didukung oleh dokumen faktual dan mekanisme yang terukur, prihal potensi perselisihan dan opsie ketentuan baku penyelesaian sengketa yang berparadigma hukum.
(e). Bahwa dikarenakan Managemen tidak memberlakukan hak tanggungan dan/atau pendaftaran fidusia pada Kanwil Depkumham Sumsel (Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Ham Provinsi Sumatera Selatan) pada semua persil rumah sebagai bbyek fidusia yang dibeli oleh konsumen secara kredit.
Dengan demikian, tidak ada perlindungan hukum dari negara apabila terjadi perselisihan antara konsumen dengan pelaku usaha. Dengan demikian, penjelasan “Tanpa Sita” adalah tanpa “Makna Hukum”. Sebab, memang sesungguhnya pelaku Usaha PT Buraq “tidak mempunyai hak hukum” untuk melakukan Penyitaan Obyek Sengketa, semua penyelesaian perselisihan wajib ditempuh melalui gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Lubuklinggau.