peristiwa

Staf Ahli Pertamina Blak-blakan Bahayanya Stok BBM Tidak Segera Ditangani

Kamis, 28 November 2019 | 11:28 WIB
berita_747935_800x600_55809E69-D1C5-46E9-AB95-F5BFBC360AB8


Jakarta,Klikanggaran.com - Staf Ahli PT Pertamina (Persero) Rifky Effendi Hardijanto blak-blakan menyebut bahayanya jika persoalan tingkat cadangan atau stok level bahan bakar minyak (BBM) tidak segera ditangani. Ia mengatakan kondisi itu bisa menimbulkan dampak politik yang sangat besar.


"Kalau untuk negara ini berbahaya karena berdampak ke political cost yang luar biasa ketika rakyat kekurangan bahan bakar," ujar Rifky di Balai Sarwono, Jakarta, Rabu (27-11).


Menurut Rifky, perkara hilir atau cadangan BBM bisa menjadi pertaruhan politik bagi pemerintah. Pemerintahan bisa jatuh apabila terjadi kelangkaan bahan bakar di masyarakat. Mengingat, BBM telah menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat.


"Kebayang enggak kalau BBM langka, harga berapa pun itu akan tetap dibeli, biaya menjadi tinggi," tuturnya.


BACA JUGA: Rp1,2 Milyar Sisa Dana PKH Kemensos Tidak Dapat Dijelaskan, Ada Apa?


Rifky mengatakan, saat ini tingkat cadangan BBM di Tanah Air memang sangat tipis, yaitu hanya 12 hari. Persoalan itu, menurut dia, harus disikapi oleh jajaran petinggi perusahaan, termasuk Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.


"Sekarang ini stok kita hanya 12 hari, dengan luas wilayah seperti ini, enggak cukup. Imbas dari cadangan bahan bakar yang tipis adalah satu per satu daerah di Indonesia mulai mengeluhkan adanya kekurangan BBM," imbuhnya.


BACA JUGA: Pejabat PPK, PPTK, dan PPHP Lalai, Pembangunan Gedung pada Dindikbud Provinsi Banten Tidak Sesuai Kontrak


Dijelaskan Rifky, pada era sebelum krisis moneter tahun 1990-an, Indonesia sempat memiliki tingkat cadangan minyak hingga mencapai 35 hari untuk dijual ke publik. Namun, kala perekonomian runtuh, International Monetary Fund datang dan meminta perseroan mengurangi biaya peralatan hingga maksimum 22 hari, alias dipotong sebanyak 13 hari.


"Ketika itu, banyak program yang diambil, seperti penghematan dan sebagainya, sehingga memotong biaya perawatan dan investasi. Akibatnya, infrastruktur yang ada tidak cukup untuk menopang pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi, sehingga stok pun terus menurun," jelas Rifky.


BACA JUGA: Wartawan: Pak Imam, Bagaimana Peran Taufik Hidayat? Jawabanya: krik, krik, krik


Idealnya, kata Rizky, berdasarkan standar internasional, stok yang mesti dimiliki suatu negara harus mencapai 90 hari. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan jepang sudah memiliki stok melebihi standar tersebut. Begitu pula dengan Thailand dan Vietnam yang menuju ke tingkat tersebut. 


Rifky juga mengibaratkan Indonesia sebagai kendaraan yang hampir kehabisan bensin.


"Ibarat naik mobil, lampu penanda bensin menyala kedip-kedip, pom bensin di mana kita enggak tahu. Dengan analogi yang sama, ia mengatakan akan lebih nyaman bila sebuah kendaraan bisa memenuhi tangki bahan bakarnya," sambungnya.

Halaman:

Tags

Terkini