KLIKANGGARAN - Seperti diketahui, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) telah melakukan pengawasan terhadap obat sirup yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Dari sampling 29 bets dan 26 sirup yang diuji hingga tanggal 19 Oktober 2022, BPOM menyatakan 5 merk obat memiliki cemaran EG melebihi ambang batas.
Dua obat sirup adalah produksi PT Konimex, yaitu Termorex sirup dan Flurin DMP sirup (obat batuk dan obat flu). Sementara tiga obat lain adalah produksi PT Universal Pharmacheutical Industries. Antara lain Unibebi Cough sirup (obat batuk dan obat flu), Unibebi Demam sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam).
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan, kasus ditemukannya EG dan DEG yang melebihi ambang batas pada obat sirup merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh industri farmasi.
Baca Juga: Final Indonesia Masters 2022, Rahmat/Pramudya Maju ke Final, Ini Final Kedua dalam Waktu Dua Minggu
“Kemenperin terus mendorong perusahaan-perusahaan industri farmasi untuk terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap produk-produk yang dihasilkannya. Selain itu juga terus memantau perkembangan informasi dari kementerian dan lembaga terkait,” tutur Agus Gumiwang di Jakarta, Jumat (21/10).
Dari hasil investigasi BPOM, ditengarai kedua zat tersebut merupakan cemaran dan bukan sebagai bahan baku tambahan yang digunakan pada formulasi dan proses produksi obat sirup. Cemaran tersebut diduga berasal dari empat bahan baku tambahan yaitu propilen glikol, polietillen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Baca Juga: Ingin Saksikan Duel Kevin/Marcus Lawan Fajar/Rian di Final Denmark Open 2022, Inilah LINK LIVE-nya!!
Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), keempat bahan di atas bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang penggunaannya dalam pembuatan sirup obat dan telah digunakan sejak lama. Dari keempat bahan tambahan tersebut, baru dua yang sudah dapat diproduksi dalam negeri yaitu sorbitol dengan kapasitas 154.000 ton per tahun dan gliserin sebesar 883.700 ton per tahun. Sementara untuk propilen glikol dan polietilen glikol masih belum dapat diproduksi dalam negeri dan harus dilakukan impor.
Atas perkembangan ini Kemenperin segera mengambil tindakan. Salah satunya melakukan koordinasi dengan industri farmasi yang produknya mengandung cemaran EG dan DEG melewati ambang batas aman. Industri menyatakan, tidak ada penggunaan bahan baku EG maupun DEG pada proses produksi. Oleh karenanya, adanya EG dan DEG diduga berasal dari cemaran bahan baku tambahan lain yang disebutkan di atas.
“Sebagai tindak lanjutnya, industri terus melakukan evalusi internal, pengujian kandungan cemaran bahan baku pada laboratorium independen, serta berkoordinasi untuk melakukan penarikan produk dari pasar. Hal ini sejalan dengan komitmen industri farmasi untuk memproduksi produk obat yang aman, berkasiat, dan bermutu,” jelas Menperin.
Kemenperin menegaskan bahwa setiap produk obat yang dihasilkan oleh industri farmasi dalam negeri sudah mengikuti standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan memenuhi persyaratan mutu sesuai Farmakope Indonesia atau kompendial lainnya.***