peristiwa

Budaya Digital dan Pergeseran Bahasa Jadi Sorotan Utama ICoLLLiTec 5 UNPAM

Kamis, 24 Juli 2025 | 13:17 WIB
Digital Culture dan Pergeseran Bahasa Jadi Sorotan Utama ICoLLLiTec 5 UNPAM (Dok. Istimewa)


KLIKANGGARAN – Fakultas Sastra Universitas Pamulang kembali menggelar konferensi internasional bertajuk “5th International Conference on Literature, Linguistics, and Language Teaching (ICoLLLiTec)” pada Kamis, 24 Juli 2025. Mengangkat tema besar “Digital Culture and Language Shifts: Understanding the Impact of Deep Learning Technology on Literature and Linguistic Diversity”, seminar internasional ini mengkaji secara kritis dampak budaya digital dan teknologi kecerdasan buatan terhadap perkembangan sastra, linguistik, dan pembelajaran bahasa.
 
Acara dibuka secara luring dan daring sejak pukul 08.00 WIB melalui sambutan pembuka oleh pewara Diyah Iis Andriani, S.S., M.Pd., serta persembahan tari dari mahasiswa. Setelah prosesi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Unpam, dilanjutkan dengan doa dipimpin oleh Kamil Falahi, S.Th.I., S.S., M.Pd..
 
Laporan Dekan Fakultas Sastra disampaikan oleh Tryana, S.S., M.A., diikuti sambutan Ketua Yayasan Sasmita Jaya Dr. Pranoto, S.E., M.E., dan dibuka secara resmi oleh Rektor UNPAM, Dr. E. Nurzaman, A.M., M.Si., M.M.

Baca Juga: Inilah Sosok Satria Arta Kumbara, Eks Marinir jadi Tentara Bayaran Rusia Memohon Minta Pulang, Siapa Sebenarnya?
 
Sesi pleno menghadirkan pembicara kelas dunia yang memberikan perspektif multidisipliner:
Prof. Aquarini Priyatna, Ph.D. adalah dosen dan peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran (Unpad). Dalam konferensi ICoLLLiTec ke-5 yang diselenggarakan oleh Universitas Pamulang, beliau hadir sebagai pembicara utama yang membahas tema transformasi sastra dalam budaya digital, dengan fokus pada dinamika gender, literasi kritis, dan aktivisme digital.
 
Lebih lanjut, ia juga menyoroti bagaimana budaya digital merevolusi produksi dan konsumsi sastra. Ia menegaskan bahwa budaya digital menghadirkan potensi kolaboratif dan partisipatif dalam penulisan, namun tetap menyisakan tantangan ketimpangan gender dan representasi (misalnya melalui studi kasus Babu Ngeblog dan konsep Feminist Killjoy dari Sara Ahmed).
 
Hyginus Lester Junior Lee, Ph.D. adalah akademisi dari Labuan University, Malaysia. Dalam sesi plenary di 5th International Conference on Literature, Linguistics, and Language Teaching (ICoLLLiTec), beliau menyampaikan pemaparan
pentingnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai pendekatan reflektif yang efektif dalam pengajaran bahasa Inggris (ELT). Ia menyebut PTK sebagai jembatan antara teori dan praktik di ruang kelas, yang memungkinkan guru untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran, mencoba solusi inovatif, serta mengevaluasi hasilnya secara langsung dan kontekstual.

Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Rilis Logo Resmi dan Tema HUT RI ke-80, Ini Maknanya
 
Beliau juga membahas peluang besar yang dimiliki PTK untuk meningkatkan profesionalisme guru, memperkuat otonomi pengajar, dan mendorong budaya riset di sekolah. Namun demikian, tantangan signifikan juga dihadapi, seperti keterbatasan waktu, minimnya pelatihan metodologi penelitian bagi guru, serta rendahnya dokumentasi dan publikasi hasil penelitian praktis di kalangan pendidik.
 
Dr. Rafael Michael O. Paz (University of the Philippines) selaku pembiara ketiga mempresentasikan riset tentang service-learning dalam mata kuliah komunikasi, yang menunjukkan bagaimana proyek berbasis pengabdian dapat memperkuat identitas profesional mahasiswa lintas disiplin.
 
Dr. Hunter Hatfield (University of Otago, New Zealand) selaku pembicara keempat membedah bagaimana deep learning bekerja dalam model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT. Ia menekankan bahwa walaupun LLM sangat baik dalam meniru bentuk bahasa manusia, makna yang dihasilkan belum sepenuhnya setara dengan pemahaman manusia karena tidak memiliki pengalaman dunia nyata dan kesadaran naratif.
 
Menutup sesi pleno Dr. Rai Bagus Triadi, S.S., M.Pd., dosen Universitas Pamulang, memaparkan materi berjudul “Ragam Bahasa di Era Digital: Studi Kasus Pemertahanan Bahasa Indonesia”.

Baca Juga: Benarkah Rendy Kjaernett Dituding Selingkuh Lagi, dengan Siapa? Begini Penjelasan Lady Nayoan
 
Dalam presentasinya, beliau menyoroti fenomena perubahan ragam bahasa yang terjadi di ruang digital, khususnya pada platform media sosial dan komunikasi daring. Ia menegaskan bahwa meskipun digitalisasi membuka peluang ekspresi bahasa yang lebih variatif dan kreatif, di saat yang sama juga menimbulkan tantangan terhadap kebertahanan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
 
Melalui studi kasus, Dr. Rai Bagus menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia bersaing dengan bahasa asing (terutama bahasa Inggris) dan bentuk-bentuk slang digital. Ia mengajak akademisi dan pendidik untuk terlibat aktif dalam penguatan sikap kebahasaan, literasi digital, serta pendidikan multikultural agar generasi muda tetap menjunjung tinggi bahasa nasional tanpa mengabaikan kemajuan teknologi dan komunikasi global.
 
Sesi hiburan yang disuguhkan oleh Lusi Yunisha dan kawan-kawan memberi jeda yang menyenangkan sebelum peserta dialihkan ke ruang breakout untuk sesi paralel. Dalam sesi ini, terdapat 100 pemakalah dari berbagai institusi menyampaikan hasil penelitiannya yang mencakup isu-isu linguistik terapan, literasi digital, hingga pembelajaran bahasa yang berbasis teknologi.

Baca Juga: Melampaui Logika: Kekuatan Kepekaan, Intuisi, dan Kebijaksanaan
 
Seminar Internasional ini tidak hanya menjadi ajang ilmiah, tetapi juga ruang kolaborasi dan refleksi atas perubahan-perubahan budaya dan teknologi yang memengaruhi dunia literasi, bahasa, dan pengajaran. Semangat literasi digital dan kesetaraan dalam representasi tetap menjadi napas utama yang diusung oleh seluruh pembicara dan peserta.

Tags

Terkini