peristiwa-internasional

Pasar Saham Dunia Menguat Setelah Meredanya Kekhawatiran Perang Mata Uang

Rabu, 7 Agustus 2019 | 08:12 WIB
wall street


Jakarta, Klikanggaran.com (07-08-2019) - Kenaikan indeks perdagangan yang cukup tinggi di bursa Wall Street memicu penguatan pasar saham dunia kemarin. Kondisi tersebut tidak terlepas dari kebijakan bank sentral China menstabilkan mata uang yuan, sehingga meredakan kekhawatiran bahwa perang dagang Amerika Serikat (AS)-China akan meluas ke dalam perang mata uang.


Sebagaimana diberitakan berbagai media internasional, pada Senin (5-8-2019) pasar global melemah  setelah China membiarkan yuan jatuh di bawah level tujuh atas dollar AS untuk pertama kalinya dalam kurun lebih dari satu dekade.


Pelemahan yuan itu pun membuat Donald Trump berang sehingga dalam tweetnya Trump menyebut Beijing sebagai pelaku manipulator mata uang.


Kemarin aset bernilai aman termasuk obligasi, emas dan mata uang seperti yen dan franc Swiss, merosot karena investor untuk sesaat lebih memilih euro, sterling dan beberapa mata uang pasar berkembang.


Namun sentimen investor tetap rapuh.


Hans Peterson, kepala bagian alokasi aset Manajemen Investasi SEB mengatakan, "Saya pikir titik kritis untuk tren negatif yang lebih lama (untuk aset berisiko) cukup dekat.”


Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average naik 311,78 poin, atau 1,21 persen, menjadi 26.029,52, S&P 500 .sPX naik 37,03 poin, atau 1,30 persen ke level 2.881,77. Sedangkan Nasdaq Composite IXIC menguat 107,23 poin, atau 1,39 persen menjadi 7.833,27.


Indeks STOXX 600 pan-Eropa turun 0,47 persen dan indeks saham MSCI di seluruh dunia naik 0,50 persen.


Presiden  AS, Donald Trump dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin mengatakan pada Senin bahwa China memanipulasi mata uangnya. Karena itu Washington akan melibatkan Dana Moneter Internasional untuk menekan Beijing.


Norihiro Fujito, ahli strategi investasi senior di Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities megatakan , "Secara resmi kami melabeli China sebagai manipulator mata uang memberi Amerika Serikat alasan yang sah untuk mengambil langkah lebih jauh lagi."


Fujito menambahkan bahwa kemungkinan Amerika Serikat memberlakukan tidak hanya tambahan 10 persen dari tarif impor Cina, tetapi naik menjadi 25 persen.


Sementara itu, Goldman Sachs menyatakan tidak lagi mengharapkan kesepakatan perdagangan akan tercapai sebelum pemilihan presiden AS November 2020.


Seperti dikutip Reuters, Rabu (7-8-2019).Morgan Stanley menyebutkan tarif akan menjadi faktor utama penyebab ekonomi dunia mengalami resesi pada pertengahan tahun depan.


[Sumber: Reuters]/(emka)

Halaman:

Tags

Terkini