Jakarta, Klikanggaran.com (27-07-2018) - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang kian lemah nampaknya menjadi batu sandungan yang tak kunjung hilang menjegal kinerja perekonomian Jokowi.
Jokowi sendiri mengakui, terdapat dua masalah utama yang membuat rupiah kian tak berdaya terhadap mata uang negeri Paman Sam itu. Dua masalah tersebut yakni problem defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
"Kalau 2 ini sebagai fundamental bisa dijaga, kita akan menuju negara yang tidak akan terpengaruh gejolak dunia," imbuhnya dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta, Kamis (26/7).
Sejak awal tahun 2018, rupiah sudah anjlok hingga 6,6% terhadap dollar AS. Seperti dilansir pada Reuters, rupiah memuncaki urutan kedua setelah Rupee sebagai mata uang di Asia yang mengalami depresiasi cukup dalam.
Hal berbanding terbalik terjadi pada Yen Jepang yang diuntungkan saat Yen melemah. Sedangkan Indonesia justru bagai terluka dan berduka bila rupiah tak berdaya terhadap dollar AS. Karena pelemahan itu berbanding lurus membawa beban pada biaya impor, sementara kinerja ekspor tak mampu untuk didongkrak.
Ini menjadi salah satu penyebab nilai jual bersih investor asing di pasar saham mencapai Rp 50,13 triliun sejak awal tahun. Padahal sepanjang 2017, jual bersih investor asing 'hanya' Rp 39,9 triliun.
Oleh karena itu, tidak heran bila pemerintah dan BI terus melakukan upaya stabilisasi rupiah. Bahkan, BI sampai menaikkan suku bunga acuan 100 basis poin dalam 3 bulan demi memancing modal asing masuk agar rupiah bisa menguat.
Namun, nampaknya itu belum menuai hasil yang signifikan terhadap kekuatan rupiah, dan dollar masih tetap perkasa pada kurs Rp14.515 per USD saat kemarin.