Tebing Tinggi,Klikanggaran.com - Walikota DPD LSM Lira Tebing Tinggi, Ratama Saragih, menuturkan bahwasannya banjir besar yang melanda Kota Tebing Tinggi pada hari Sabtu (28-11), mengakibatkan kerugian besar yang diderita masyarakat Kota Tebing Tinggi, dimana sesungguhnya banjir besar tersebut bisa dihindarkan atau paling tidak bisa mengurangi dampak akibat banjir jika pemerintah mempunyai kesungguhan dalam mengantisipasi luapan air, namun sangat disayangkan, faktanya pemerintah tak punya
kesungguhan untuk itu, bahkan terkesan tutup mata.
"Bahwa tindakan lamban Pemerintah tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum, sebab sudah terganggunya keseimbangan dalam masyarakat. Tindakan melawan hukum oleh Pemerintah itu terjadi bila keseimbangan masyarakat terganggu dan kerugian itu patut dicela," ujar Ratama yang juga Kordinator Jejaring Ombudsman Sumut, Kamis (3-11).
Menurut Ratama, sudah tak terhitung uang negara terkuras habis untuk pembangunan infrastruktur pengaman/pengendalian banjir yang konon katanya dapat mengatasi banjir atau mengurangi dampak banjir tersebut, baik itu APBD, BKP, Dana Alokasi Khusu (DAK), ataupun Hibah dari Pemerintah Pusat.
"Akan tetapi, fakta dari semua yang dikerjakan pemerintah dan tindakan pemerintah tersebut bukan untuk kepentingan umum yang bisa menjaga keseimbangan dalam masyarakat, khusunya masyarakat Tebing Tinggi, justru tetap direndam banjir," cetus responder resmi BPK Sumut ini.
Dijelaskan Ratama, pada APBD Tebing Tinggi dari lima tahun terakhir, 2015 sampai 2019, yang terindikasi kerugian negara sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sumatera Utara, total uang negara yang terkuras untuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur pengaman/pengendalian banjir yaitu Bronjong, Turab, tembok penahan (shet pile) habis percuma sekitar Rp25 Miliar.
"Belum lagi bantuan daerah bawahan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ke Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang tercatat Tahun 2013 saja mencapai Rp90,26 Miliar.
Selain itu, ketegasan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam hal perizinan kepada masyarakat untuk tidak merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) patut di pertanyakan," tuturnya.
Dikatakan Ratama, lebih ironisnya lagi kerusakan tanggul Seipadang akibat debit air yang begitu besar tidak segera diperbaiki, padahal ada dana darurat sebagaimana termaktub dalam pasal 5 Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yakni Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
"Pada ayat 7 lebih ditegaskan lagi dengan melakukan mitigasi, yaitu dengan melakukan pengurangan resiko bencana, yakni pembangunan infrastruktur, termasuk perbaikan tanggul sungai yang rusak, inilah mengapa disebut tindakan melawan hukum oleh pemerintah jika pemerintah itu sendiri tidak malaksanakan amanah undang-undang tersebut sehingga mengakibatkan terganggunya keseimbangan masyarakat dan kerugian yang besar diderita masyarakat," tegas Ratama.
"Jika kondisi ini tidak segera ditanggapi oleh pemerintah maka dapat dipastikan ketidakseimbangan dan kerugian yang lebih besar lagi pasti sudah menunggu didepan mata dengan datangnya banjir-banjir susulan," pungkasnya.