Jakarta, Klikanggaran-- Rubrik Tanya-Jawab Keislaman ini diasuh oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan. Untuk kesempatan kali ini, akan dijawab terkait bagaimana hukum dari seorang suami yang rajin beribadah, tetapi malas mencari nafkah, malahan istrinya menjadi tulang punggung.
Pertanyaan:
Assalaamu'alaikum Ustadz Farid, semoga sehat dan berkah selalu menyertai Ustadz. Mau tanya apa hukumnya seorang suami yang rajin ibadah tapi agak malas mencari nafkah keluarga sehingga istri harus ikut mencari bahkan sekarang malah istri yang jadi tulang punggung keluarga. Atas jawabannya Jazakallaahu khoiran. Wassalam (AS)
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Jawaban:
Bismillahirrahmanirrahim
Nafkah seorang suami kepada istrinya adalah wajib. Ini sama-sama telah diketahui umat Islam. Status suami sebagai pemimpin di rumah tangga, salah satu sebabnya adalah dia menafkahi istrinya.
Allah Ta'ala berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. (QS. An-Nisa', Ayat 34)
Ayat ini menunjukkan kepemimpinan laki-laki itu ada sebab, yaitu dia menafkahi istrinya. Menurut Imam Al Qurthubi, jika suami tidak mampu menafkahinya teranulirlah status kepemimpinannya, maka apalagi jika karena malas.
Imam Al Qurthubi Rahimahullah mengatakan:
أَنَّهُ مَتَى عَجَزَ عَنْ نَفَقَتِهَا لَمْ يَكُنْ قَوَّامًا عَلَيْهَا، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ قَوَّامًا عَلَيْهَا كَانَ لَهَا فَسْخُ الْعَقْدِ، لِزَوَالِ الْمَقْصُودِ الَّذِي شُرِعَ لِأَجْلِهِ النِّكَاحُ. وَفِيهِ دَلَالَةٌ وَاضِحَةٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ عَلَى ثُبُوتِ فَسْخِ النِّكَاحِ عِنْدَ الْإِعْسَارِ بِالنَّفَقَةِ وَالْكُسْوَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ.
Sesungguhnya, dikala dia tidak mampu menafkahi istrinya maka lenyaplah kepemimpinannya atas istrinya. Jika dia sudah tidak lagi sebagai pemimpin, maka istrinya boleh melakukan fasakh (pembatalan) atas nikahnya, karena maksud diadakannya pernikahan (yaitu tanggung jawab nafkah) telah hilang. Ini menjadi dalil yang jelas atas kuatnya kebolehan melakukan fasakh nikah dikala seorang suami kesulitan memberikan nafkah dan pakaian. Inilah pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi'i. (Tafsir Al Qurthubi, jilid. 5, hal. 169)