KLIKANGGARAN --Hallo klikers, pernahkah kalian mendengar suku Bajo? Atau pernah singgah ke suku Bajo?
Kali ini klikers akan dibawa berpetualang ke suku Bajo melalui novel Mata dan Manusia Laut.
Suku Bajo dikenal sebagai "suku laut" atau "suku yang hidup di air", karena kebanyakan dari mereka tinggal di atas perairan, membangun rumah di atas rakit atau perahu dan mengandalkan hasil laut sebagai sumber kehidupan mereka.
Pada novel Mata dan Manusia Laut, bangunan berbentuk panggung yang terbuat dari kayu dengan tiang tinggi menancap ke dasar laut, bukan hanya rumah saja. Bangunan lain seperti mushola dan sekolah juga terbuat dari kayu dan berupa rumah panggung.
Baca Juga: Akhirnya Terungkap, Ternyata Ini Alasan Kiki Bantu Potong Tulang Domba Belinda di Final MasterChef Indonesia 11
Kebanyakan suku bajo menghabiskan sebagian besar waktunya di laut untuk mencari ikan, dapat diketahui bahwa mata pencaharian berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai nelayan.
Suku Bajo dikenal memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyelam, yang menjadi keahlian turun temurun yang diajarkan dari generasi ke generasi.
Dalam memberikan nama pada anak, orang-orang Bajo menyisipkan nama leluhur yakni Si di awal nama,Penamaan seperti demikian terjadi turun-temurun.
Selain pemberian nama anak, data mengenai bahasa yang ditemukan di novel Mata dan Manusia Laut yaitu tentang penyebutan hewan dan makanan.
Orang-orang kampung melihatnya. “Lummu! Lummu!” begitu mereka berulangkali berseru.
Lummu dalam sebutan orang Bajo adalah lumba- lumba sebagai hewan yang memberi tanda.
Lummu, oleh suku Bajo dipercayai sebagai utusan dewa laut untuk memberikan tanda bahaya atau tanda baik bagi suku Bajo.
Masyarakat suku Bajo juga menggunakan mantra untuk melaksanakan upacara adat yakni duata. Mantra dan doa-doa yang dilantukan menyerupai nyanyian.
Suku Bajo dalam novel Mata dan Manusia Laut setidaknya terbagi menjadi tiga yakni kepercayaan pada sanro, kepercayaan pada hewan laut, dan pada dewa laut.
Naahhh seru kan berpetualangan ke suku Bajo?
Jadi kapan nih klikers mau travelling?
Penulis: Selvi lestari (Mahasiswa Universitas Pamulang).**