Palembang, Klikanggaran.com
Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR RI memancing kemarahan kaum buruh di Indonesia. Undang-Undang Cipta Kerja serta merta disahkan dugaannya karena desakan para pemodal dan pelaku dunia usaha.
Segelintir pelaku bisnis yang menguasai perekonomian Indonesia mulai merasakan dampak dari resesi ekonomi dunia akibat pandemi corona. Dugaan untuk menutupi kerugian bisnis dengan berkurangnya daya beli masyarakat dunia internasional, maka tidak lain yang dapat dilakukan dengan mengurangi biaya produksi dan memperkecil biaya investasi.
Memperkecil biaya produksi dan investasi berbiaya murah tiada lain merubah aturan perundangan sebagai payung hukum. Dan ini harus dilakukan untuk semua aturan terkait dengan tenaga kerja dan investasi berbiaya murah.
Omnibus Law Cipta Kerja adalah cara merubah undang-undang secara keseluruhan. Kepentingan pemodal dan pelaku bisnis menjadi prioritas dalam Omnibus Law Cipta Kerja.
Ada beberapa bagian dari UU Cipta Kerja yang merugikan buruh, namun menguntungkan pengusaha, yakni:
1. Upah didasarkan per satuan waktu, ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam, ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang
2. Upah minimum hanya didasarkan pada Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sangat merugikan buruh karena UMP lebih kecil dibandingkan UMK
3. Sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan
4. Tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah
5. Pekerja yang di PHK karena mendapatkan surat peringatan ketiga tidak lagi mendapatkan pesangon
6. Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan pesangon
Undang-undang ini terkesan dibuat tanpa melibatkan peran serta para buruh dengan dalih terwakili oleh para legislator. Para pengusung kepentingan berkicau seolah kepentingan rakyat di utamakan.
"Undang-Undang Cipta Kerja mengutamakan kepentingan para buruh dan melindungi harkat hidup mereka", ucap para munafikun.
Buruh yang merasa dibodohi dan akan dijadikan budak oleh para pelaku bisnis, marah dan menolak keras Undang-Undang Cipta Kerja. Permintaan mereka jelas dan tidak neko-neko "batalkan Undang-Undang Cipta Kerja".
Mahasiswa yang sebagian besar anak para buruh bergerak membela orang tuanya.
"kami tidak ikhlas orang tua kami di perbudak dan negara ini dikuasai segelintir pebisnis yang mengeruk keuntungan dari darah dan air mata buruh."
Para ulama dan organisasi ke masyarakatan bahu membahu dengan para buruh menolak undang-undang kapitalis ini. Namun, pemerintah bersikukuh bahwa undang-undang ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah kepada kaum buruh.
Sementara, Ketua DPR RI mematikan microphone legislator yang akan menyampaikan aspirasi kaum buruh. Brutal dan radikalis dalam arti menghambat suara rakyat.
Rasulullah Muhammad SAW sebelum beliau diangkat menjadi Rasul dikenal dengan sosok pekerja yang dipercaya dalam menggembala kambing penduduk Makkah. Setelah Nabi dewasa, beliau tetap bekerja kepada saudagar khadijah dengan memasarkan dagangan.
Sejarahpun mencatat, bahwa sebagai seorang buruh, nabi melakukan skillnya dengan penuh tanggung jawab, komitmen dan kejujuran yang luar biasa.
Dalam konteks ekonomi buruh menjadi salah satu kaum yang lemah, karena kondisi mereka yang lemah secara ekonomi, yang mana kehidupan mereka yang hanya bergantung pada majikan yang bisa saja melakukan pemutusan kerja atapun mencatat atas dasar ketidak mampuan untuk membayar gaji sesuai ketetapan pemerintah.
Dari Al Ma'rur bin Suwaid dia berkata, 'kami pernah melewati Abu Dzar di Rabdzah, saat itu ia mengenakan kain burdah, sebagaimana dia, budaknya juga mengenakan pakaian yang sama. Kami lalu bertanya, 'wahai Abu Dzar, sekiranya kamu menggabungkan dua kain burdah itu, tentu tentu akan menjadi kain yang lengkap. 'kemudian dia berkata, 'dahulu aku pernah adu mulut dengan saudaraku (seiman), ibunya adalah orang 'Ajam (nonArab), lalu iapun mengejek ibunya hingga iapun mengadu kepada Nabi SAW.
Ketika aku berjumpa keada Nabi SAW, beliau bersabda, 'wahai Abu Dzar, sungguh dala dirimu masih ada sifat jahiliyah'. Maka aku membantah, 'wahai Rasulullah, barang siapa mencela laki-laki, maka mereka (para laki-laki) akan mencela bapak ibunya.
'beliau bersabda lagi: 'wahai Abu Dzar, sungguh dalam dirimu masih terdapat sifat jahiliyah, mereka semua adalah saudara saudaramu yang dijadikan Allah tunduk di bawah kekuasaanmu. Oleh karena itu, berilah mereka makanan sebagaimana yang kamu makan, berilah mereka pakaian sebagaimana pakaian yang kamu kenakan, dan janganlah kamu membebani mereka diluar kemampuannya. Jika kamu memberikan beban kepada mereka, maka bantulah mereka."(HR. Muslim).
Konteks buruh dalam islam tak kan mungkin dijadikan landasan untuk undang-undang perburuhan karena kapitalis menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Disayangkan adanya ulama dan cerdik pandai muslim membutakan matanya untuk membela saudaranya kaum buruh karena jabatan dan uang.
Penulis: Ir Feri Kurniawan