Artinya kata Yusri, ketika harga minyak mentah menyetuh level USD 30 per barel saja, maka bisa jadi hasil jual minyak mentah Pertamina bisa dianggap impas alias hanya cukup untuk menutup cost recovery. Maka ketika harga minyak menyentuh USD 20 per barel, Pertamina dalam posisi maju kena mundur kena.
“Tentu malapetaka besar akan menimpa Pertamina apabila harga BBM ditetapkan sesuai ketentuan Kepmen ESDM Nomor 62 K tahun 2020,” sesal Yusri.
Yusri Usman juga mengulas, pada saat harga minyak rendah, sektor hulu merupakan beban terberat bagi korporasi dalam kondisi seperti ini. Hal tersebut diperparah oleh hasil produksi blok migas Pertamina di luar negeri terbukti sangat mengecewakan dan jauh dari target yang diiming-imingkan saat pembelian lading minyak tersebut dengan jumlah uang yang telah digelontorkan oleh Pertamina selama ini.
Hal tersebut menurut Yusri karena proses akuisisinya sarat dengan dugaan praktek mark up. Contohnya, kasus akusisi partipacing interest blok migas Aljazair, blok migas Murpy di Malaysia, dan terakhir termasuk paling fatal adalah akusisi saham Maurel at Prom, Perancis, yang asetnya ada di tiga negara Afrika sampai saat ini belum setetes pun dinikmati Pertamina.
“Semua biaya akuisisi itu diperoleh dari pinjaman dalam bentuk global bond, maka tentu sangat memberatkan keuangan Pertamina sampai saat ini. Tak kurang total global bond itu sudah mencapai USD 10 miliar. Juga adanya beberapa kontrak jangka panjang LNG selama 20 tahun yang dinilai kental dugaan hengki pengki telah ikut berkontribusi memberikan beban keuangan tersendiri bagi Pertamina,” kata Yusri.
Demikian juga dengan sistem pengadaan Crude, BBM, dan LPG di ISC (Integrated Supply Chain), yang menurut Yusri Usman selama 5 tahun terkahir ini masih belum transparan juga.
“Tak seindah seperti diucapkan Ahok di akun twitternya, karena HW sebagai SVP bukanlah pejabat yang tepat untuk menduduki posisi tersebut. Hal itu berbasiskan dokumen temuan BPK RI 18 Mei 2018, bahwa BPK RI telah merekomendasikan Direksi Pertamina agar mengenakan sanksi sesuai kententuan kepada VP Crude & Product Trading and Comercial yang tidak cermat melakukan monitoring yang telah mengakibatkan negara dirugikan kira-kira sebesar 34 juta USD. Di antaranya beberapa supplier telah gagal menyerahkan minyak sesuai kontrak, pembayaran kontrak kemahalan pada supplier yang merugikan Pertamina. Anehnya, malah yang bersangkutan telah dipromosikan oleh Direksi menjadi SVP ISC sampai saat ini,” sindir Yusri.
“Menurut catatan kami, HW selaku SVP ISC telah bertindak melanggar GCG, ketika menjelang masuk libur panjang lebaran 31 Mei 2019 pada tengah malam telah mengeluarkan undangan tak lazim dari sisi tata waktu untuk pengadaan kontrak paket LPG untuk kebutuhan jangka waktu 5 tahun. Dan, pada saat itu dari konfirmasi kami kepada yang bersangkutan dengan tembusan Dewan Direksi sudah menduga aktifitas tender itu hanya untuk memenangkan perusahaan Vtl Singapore dan Byg dari Turki, sesuai surat konfirmasi kami kepada SVP ISC pada 7 Juni 2019,” tegas Yusri.
Kondisi ini dinilai Yusri Usman semakin kelam, ketika Direksi Pertamina dalam pemaparan di depan Presiden dalam ratas khusus membahas "Kebijakan harga BBM dalam situasi pandemi covid 19" pada 28 April 2020 telah menampilkan data simulasi harga BBM secara keliru berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 62K/12/MEN/2020, karena pada bagian kiri data simulasi telah menggunakan basis perhitungan menggunakan rata-rata nilai tukar Dollar Singapore (SGD) pada sebelah kiri dan sebelah kanan menggunakan nilai tukar Dollar Amerika.
“Padahal tidak ada satu aturan yang dikeluarkan KESDM bahwa perhitungan dan penetapan harga BBM berbasis Dollar Singapore,” ujar Yusri.
Selain itu, lanjutnya, ternyata untuk perhitungan harga BBM Umum yang akan diberlakukan 1 Mei 2020, Pertamina menetapkan semua parameter berbasiskan periode 60 hari sebelumnya. Padahal menurut Kepmen ESDM Nomor 62 K Tahun 2020 adalah rata-rata MOPS/Argus Gasoline 92 dan nilai tukar rupiah terhadap USD adalah 1 bulan sebelumnya yaitu mulai 25 Maret hingga 24 April 2020.
“Tentu akan berbeda hasilnya ketika salah menggunakan periode pengambilan datanya,” katanya.
Meskipun demikian, ternyata simulasi tersebut memberikan hasil sebagai berikut:
Harga BBM Gasoline 92 setara Pertamax Ron 92 adalah Rp6.125,47/ltr
Harga Pertalite Ron 90 adalah Rp6.092,88/ltr