peristiwa

Curahan Hati Luhut atas Tudingan Dirinya Dalam Situasi Penanganan Corona

Kamis, 9 April 2020 | 18:14 WIB
Luhut


Jakarta,Klikaanggaran.com - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Bisar Pandjaitan, mencurahkan kata hatinya mengenai berbagai tudingan terhadap dirinya dalam situasi penanganan virus corona/Covid-19. Curahan hati Luhut tersebut ia tuangkan dalam akun media sosial pribadinya. Kamis, (9-4).


Berikut pernyataan Luhut yang dikutip Klikanggaran.com dari akun instagram pribadinya:


"Saya menghabiskan lebih dari 30 tahun masa hidup saya sebagai seorang prajurit, tanpa pernah merasa ada keraguan ketika terjun ke daerah operasi. Sebagai seorang prajurit Kopassus atau yang dulu disebut RPKAD pun saya terbiasa menghadapi banyak pertempuran jarak dekat, dengan situasi yang sangat mencekam.


Semua itu saya ingat waktu saya masih bujangan dan bahkan setelah saya menikah. Pada saat itu bahkan tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa seorang prajurit RPKAD itu bisa mati terkena peluru. Sampai suatu ketika saya terjun di Timor Timur bersama anak buah saya, keesokan harinya saya ketahui ternyata anak buah saya ada yang mati.


Tapi itu semua kami lakukan karena kecintaan dan janji kami pada Sumpah Prajurit dan Sapta Marga. Yang menjadi sebuah pedoman dan sumpah dari seorang perwira sewaktu kami jadi taruna di Lembah Tidar.


Jadi saya tidak akan pernah mengingkari sumpah saya sebagai seorang prajurit. Tapi saya baru disadarkan saat kehilangan prajurit saya di daerah operasi, pada tahun 1975. Ternyata manusia memang terdiri dari darah daging dan tulang, juga emosi.


Namun ketika saya pensiun sebagai tentara, begitu banyak perspektif hidup yang berubah. Terutama “utang” yang saya miliki kepada istri dan anak-anak. 


Selama puluhan tahun, ketika harus menjalani tugas operasi ke daerah lain, tak terhitung berapa kali saya harus meninggalkan mereka. Ada satu momen yang saya ingat sampai saat ini, yaitu suatu waktu anak saya Uli yang waktu itu berumur 3 tahun


menangis ketika melihat saya pulang ke rumah. Sayangnya dia bukan menangis karena lama menahan rindu ke ayahnya, tapi karena dia takut ada orang asing muncul di kamarnya. Dia tidak mengenali saya. Sebagai seorang ayah, hal itu sangat membuat saya terpukul.


Pada momen itu, saya berjanji pada diri saya sendiri, bahwa setiap berangkat menjalankan tugas negara, saya harus memastikan diri saya dan prajurit lainnya bisa pulang dengan selamat. Artinya, semua misi harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya, sehingga kami bisa pulang untuk menebus utang waktu kami dengan keluarga.


Selesai bertugas sebagai tentara dan diberikan amanah untuk mengabdi dengan menjadi pejabat publik, semangat pantang menyerah itu tidak pernah luntur. Saya selalu meyakini bahwa apa yang terbaik untuk masyarakat Indonesia maka harus diwujudkan, dengan berbagai macam risiko dan konsekuensinya.


Sapta Marga mengajarkan saya untuk terus membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Saya terbiasa untuk tidak mudah memasukkan semua kritik ke dalam hati karena saya senang mendapat masukan juga kritik yang membangun dari siapa saja.


Saya selalu mempersilahkan siapapun yang ingin menyampaikan kritik untuk datang dan duduk bersama mencari solusi permasalahan bangsa. Bukan dengan melempar ucapan yang menimbulkan kegaduhan tanpa fokus pada inti permasalahan.


Belakangan, saya melihat dinamika yang terjadi sudah sangat melampaui batas ini. Saya tidak habis pikir, mengapa di tengah suasana pandemi seperti saat ini, ujaran kebencian dan fitnah terus dipelihara di tengah-tengah kita?

Halaman:

Tags

Terkini