Jakarta,Klikanggaran.com - Kabar mengenai keberadaan 'Desa Siluman' tengah menjadi sorotan. Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini mengungkapkan terdapat sejumlah desa
yang tak berpenghuni sehingga menjadi viral. Ia mengklaim desa itu sengaja diciptakan untuk menyelewengkan anggaran dana desa yang sudah beberapa tahun ini disalurkan oleh pemerintah. Kabar itu baru ia dengar dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum lama ini.
Pengamat kebijakan publik, Taufik Gonda, menuturkan hal tersebut hanya bahasa multitafsir yang membuat klise terhadap khalayak publik dan bisa jadi sebenarnya desa itu bukannya tak berpenghuni sama sekali, melainkan jumlah penduduknya yang amat sedikit.
"Karena kan memang secara administratif ada ketentuan jumlah penduduk untuk sebuah desa. Nah, bisa saja jumlah penduduknya tidak memenuhi. Jadi, perlu dilihat tidak ada sama sekali atau seperti apa kondisi sebenarnya," ungkap Taufik pada Klikanggaran.com Kamis,(7/11/2019.
Dalam diskusinya, Taufik menjelaskan belum bisa berspekulasi mengenai keberadaan sejumlah desa yang tak berpenghuni tersebut dan mengaku tidak bisa asal menyebut berapa jumlah desa yang kemungkinan jumlah penduduknya sepi atau tak berpenghuni.
"Harus cek dulu lintas kementerian dulu untuk data desa dan terjun kelapangan langsung memantau data yang di sebut 'siluman' untuk pengungkapan fakta yang rill," imbuhnya.
Total desa saat ini sebanyak 74.954 wilayah. Masing-masing desa mendapatkan dana yang bervariasi dari pemerintah setiap tahunnya.
"Formula perhitungannya dilihat dari kondisi desa, misalnya kemiskinan. Jadi ada desa minimal Rp800 juta, tapi juga ada yang dapat Rp2 miliar, kalau memang lebih miskin," jelas Taufik.
Terkait pengawasannya, ia mengatakan tidak dilakukan oleh Kemendes PDTT semata. Kemendagri dan Kemenkeu juga ikut memantau penggunaan dana desa yang dikucurkan.
Ditambah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut mengawasi aliran dana desa serta akan melakukan evaluasi dengan berbagai lembaga itu terkait kejadian ini.
Disinggung apa yang menjadi faktor utama adanya desa siluman, Taufik menyebut masalahnya basis data yang dimiliki pemerintah juga masih terbatas, khususnya di daerah.
Dengan demikian, ketidakcocokkan data antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat rentan terjadi. Pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat pun dinilai tidak ketat.
"Ini permasalahan tata kelola. Ini pekerjaan rumah pemerintah bagaimana pengawasan diperketat, basis data dibuat lebih serius," tutur Taufik.
Taufik juga menilai, dana desa yang jumlahnya tak sedikit juga dinilai begitu menggiurkan bagi sejumlah pihak. Jangankan desa fiktif, dana desa juga tak menutup kemungkinan dimainkan oleh pejabat desa setempat.
"Ini kan dana triliunan, puluhan triliunan sangat menggiurkan. Dana desa diatur aparatur desa yang secara kapasitas timpang antara pemerintah daerah dan pusat, maka bisa saja penyelewengan terjadi. Kalau sistemnya benar, harusnya ada verifikasi. Jadi, mungkin ada masalah di basis data," imbuhnya.