Jakarta, Klikanggaran.com (02-07-2019) - Alvin Nicola, peneliti Transparency International Indonesia, menilai bahwa keinginan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengirim perwakilannya untuk menjadi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi perlu dicermati. Sebab masuknya unsur Polri di KPK menurutnya tidak serta-merta menambah efektivitas pemberantasan korupsi. Apalagi dua di antara sembilan calon, yakni Inspektur Jenderal Antam Novambar dan Inspektur Jenderal Dharma Pongrekum, diduga bermasalah dengan terlibat pada saat KPK tengah menyidik dugaan korupsi di tubuh Polri.
Walaupun Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK dan Kepala Polri mengatakan proses seleksi akan berjalan nir-kepentingan, klaim ini menurut Alvin sangat problematik.
“Memang betul, Polri bersama Kejaksaan memiliki kontribusi besar dalam perjalanan KPK. Namun, lembaga antirasuah ini justru dibentuk karena aparat penegak hukum konvensional gagal memberantas korupsi. Mendorong personel penegak hukum lain masuk KPK sama saja dengan menentang tujuan pembentukan KPK itu sendiri,” tutur Alvin pada Klikanggaran.com di Jakarta, Selasa (02/07/2019).
Alih-alih dapat terbangun manajemen koreksi yang efektif, perjalanan 15 tahun KPK menurutnya lebih sering dipertaruhkan akibat adu kredibilitas dengan Polri.
“Kita masih ingat betul bagaimana hubungan panas penyidik KPK dengan pejabat tinggi Polri dalam tiga jilid "cicak versus buaya". Ini juga dianggap berkolerasi dengan minimnya pengusutan korupsi di tubuh Korps Bhayangkara,” tuturnya.
Ditekankan Alvin, sejak berdiri hingga kini, KPK hanya menangani dua kasus yang melibatkan polisi. Padahal, dari berbagai hasil survei, kepercayaan publik terhadap kepolisian dinilai buruk. Survei Global Corruption Barometer 2017 menunjukkan bahwa institusi Polri dipandang rawan suap dan korupsi, walaupun turun peringkatnya dibanding hasil survei pada 2015. ICW dan LSI (2018) juga menyebut Polri paling berpotensi melakukan pungutan liar dalam pelayanan birokrasi.
“Secara historis, kehadiran figur Polri menjadi pemimpin dan pejabat di KPK juga dirasa tidak memuaskan, baik dari Taufiequrachman Ruki, Bibit Samad Rianto, maupun hingga kini Basaria Pandjaitan. Hingga saat ini pun, KPK belum menyelesaikan 18 kasus megakorupsi. Kasus-kasus ini diduga mandek karena adanya upaya penghambatan yang datang dari pejabat Polri di lingkup internal KPK,” ujar Alvin.