peristiwa

Pernyataan INALUM Ada 9 Keuntungan Divestasi Freeport Dinilai Menyesatkan

Selasa, 26 Februari 2019 | 16:00 WIB
Pernyataan Inalum

Jakarta, Klikanggaran.com (26-02-2019) - Seperti dikutip beberapa media pada hari Minggu (24/02/2019), INALUM membeberkan 9 keuntungan terkait akuisisi 51% saham Freeport. Pernyataan INALUM tersebut mendapat respon dari banyak pihak, salah satunya dari Direktur Eksekutif CIRUSS, Budi Santoso.

Budi Santoso berpendapat, pernyataan INALUM tersebut lebih banyak menyesatkan daripada mengemukakan realitasnya. Menurutnya, dalam pernyataan tersebut ada kesan untuk menutupi sesuatu masalah, dengan membesar-besarkan yang sebenarnya tidak berpengaruh. Apakah divestasi 51% itu terjadi atau tidak.

Menurut Budi Santoso, keuntungan finansial seharusnya disebutkan dalam Valuasinya. Dan, bukan dinyatakan angka-angka parsial.

“Saya kira INALUM tahu bagaimana menyajikan parameter keuangan ketika satu proyek itu menguntungkan secara finansial atau tidak. Jangan ditutup-tutupi dan dibesar-besarkan yang tak perlu, kalau kenyataannya tidak seperti itu,” kata Budi Santoso dalam kritisinya, diterima Klikanggaran.com di Jakarta, Selasa (26/02/2019).

“Pada akhirnya masyarakat bisa marah. Sebab logikanya sederhana. Kalau memang dapatnya segitu, tapi "tetep miskin", duwitnya “dicuri" siapa? Jadi INALUM dalam membuat pernyataan jangan menyesatkan kalau memang secara Valuasi nilai Freeport tidak setinggi yang dipublikasikan. Terutama dikaitkan dengan investasi smelter dan masalah lingkungan,” lanjutnya.

Budi juga mengingatkan, keuntungan manajemen dikatakan Inalum, akan tetapi pada kenyataannya Komut dan Dirut masih diisi orang-orang dari Freeport Mac Moran. Kalau kenyataanya tidak memiliki otoritas dalam pengurus perusahaan, maka menurut Budi, bisa-bisa pihak yang ditunjuk cuma sebagai "proxy" saja.

“Bahkan operasional masih dipegang oleh Freeport,” ujar Budi.

Pernyataan Inalum


“Kalau mau belajar yang benar, seseorang harusnya memiliki otoritas. Karena kalau cuma sebagai pendamping, bangsa ini tidak akan mampu berdiri sendiri,” tandasnya.

Budi menggarisbawahi posisi di bawah pemerintah seperti kata Inalum. Maka menurutnya, Inalum harus memahami kondisi ini karena amanah Undang-Undang.

“Jadi bukan karena divestasi, sehingga pernyataan Inalum justru terkesan melecehkan Undang-Undang dan menyesatkan. Karena dilakukan akuisisi atau tidak, menurut UU Minerba sudah seharusnya KK berubah menjadi IUPK,” tutur Budi.

“Begitu juga dengan kata Inalum bahwa cadangan emas terbesar di dunia. Terminologi cadangan tidak ada dalam bentuk nilai uang, harus tonase dan kadar. Pernyataan ini juga sangat menyesatkan dan berbahaya, kalau pernyataan dalam bentuk uang bisa dipersepsikan sebagai VALUASI tambang tersebut. Kalau niiai tambangnya sebesar itu, maka sangat bodoh Freeport menjualnya dengan nilai USD 3.85 miliar,” lanjutnya.

Budi mendapatkan kesan yang kuat, PT INALUM hanya ingin menunjukkan bahwa "take over" tersebut sangat cerdas. Dan, kalau sampai muncul persepsi bahwa angka tersebut adalah nilai tambang, maka menurutnya, bisa membuat penilaian publik yang salah.

“Sebab kalau tambang itu memang nilainya sebegitu besar, dan ternyata rakyat cuma dapat yang kecil, akan ada pertanyaan setelahnya. Duwitnya siapa yang nyuri? INALUM harus mengoreksi ini,” tegasnya.

Siapa yang Diuntungkan?


“Masyarakat Papua diuntungkan, informasi yang didapatkan dari Pak Simon sewaktu beliau menjadi Dirjen. Aeharusnya masyarakat Papua dapat gratis 10% saham Freeport, sebagai kompensasi sungai Akwa yang dipergunakan sebagai bagian dari "proses produksi". Karena sungai tersebut tidak dapat difungsikan secara ekonomi oleh masyarakat PAPUA, kecuali untuk kepentingan tailingnya Freeport. Dan, menurut Pak Simon, James Moffet sudah setuju kompensasi 10% tersebut gratis dan pernah dikemukakan kepada Gubernur sekarang, sekitar 4 tahun lalu. Justru pernyataan menguntungkan ini malah memalukan, sebab seharusnya gratis. Disuruh membayar kok, disebut menguntungkan,” sindir Budi.

Lebih lanjut Budi mengatakan, keuntungan 6, 7 dan 8 dan 9, ada atau tidak adanya akuisisi 51%, tetap akan terjadi. Justru sekali lagi Budi menekankan, ini menunjukkan bahwa Inalum sangat mengecewakan. Sebab tidak ada perubahan mendasar walau Pemerintah Indonesia mengeluarkan dana yang begitu besar.

Kemudian Budi juga menyoroti transfer teknologi, yang juga menunjukkan bahwa seolah-olah Freeport "memberikan" teknologi. Dan, jerih payah tenaga ahli Indonesia dianggap sebagai pemberian teknologi dari asing. Mereka secara pribadi berjuang meningkatkan diri dan berkompetisi dengan koleganya dari negara lain. Kalau disebut dengan divestasi 51% Indonesia lebih melek teknologi, ini menurut Budi sangat merendahkan tenaga ahli Indonesia, dan bangsa Indonesia secara umum.

“Selama ini Freeport pun beli teknologi, dan walau sudah dibeli, tetap hak paten teknologi tersebut merupakan milik providernya,” ujar Budi.

Maka sekali lagi menurut Budi Santoso, pernyataan INALUM secara umum, cenderung sebagai pernyataan politik daripada seorang profesional.

“Sebaiknya INALUM menjelaskan program road mapnya ke depan. Bagaimana bangsa ini lebih bisa membanggakan dalam pengelolaan SDA dan memiliki kedaulatan,” tutupnya.

Baca juga : Divestasi Freeport, Diproses Pansus DPR atau Investigasi KPK?

Tags

Terkini