Jakarta, Klikanggaran.com (09-01-2018) - Di Indonesia, kesenjangan tidak hanya terjadi pada ekonomi, namun terjadi juga di sektor non-ekonomi dan kesenjangan antar wilayah. Kesenjangan-kesenjangan sektor ekonomi ditunjukkan dengan ketimpangan pertumbuhan pendapatan dan belanja antar kelompok masyarakat. Sedangkan non-ekonomi ditunjukkan dengan ketimpangan akses terhadap pelayanan dasar. Yaitu kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi, serta pelayanan dasar lainnya.
Terkait hal tersebut, Wahyudin, Koordinator Investigasi Kajian Anggaran dan Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK), mengatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tingkat nasional pada tahun 2017 mencapai 70,79 persen. Artinya masih terdapat 29,21 persen yang belum tersentuh.
Wahyudin juga menjelaskan, meskipun IPM kian tumbuh setiap tahunnya, namun masih terdapat 26,58 juta orang miskin. Ini merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik, dan partisipasi dalam masyarakat.
“Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada di Indonesia berbagai ragam faktor penyebabnya. Misalnya minimnya lapangan pekerjaan, mahalnya harga bahan pokok, dan masih minimnya akses pendidikan. Lebih parah adalah dicabutnya subsidi-subsidi pemerintah seperti listrik dan BBM, menambah beban hidup rakyat,” tutur Wahyudin.
Menurut Wahyudin, tentu hal ini sangat mempengaruhi harapan hidup, tingkat baca tulis, dan pendapatan masyarakat. Wahyudin berpendapat, berbagai kebijakan dan program yang ada saat ini, dirasakan kurang efektif dalam upaya menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini terbukti dengan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penduduk miskin dari masa ke masa.
“Tentunya rumusan kebijakan dan program perlu dibenahi, agar rumusan kebijakan sesuai dengan pentahapan dan langsung dirasakan impact terutama oleh rakyak kecil. Sehingga nawacita benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat,” tutup Wahyudin.