peristiwa

Pernyataan Elia Massa Manik Soal Anjloknya Laba Pertamina Dinilai Membingungkan

Minggu, 20 Agustus 2017 | 09:37 WIB
images_berita_Ags17_Screenshot_39

Jakarta, Klikanggaran.com (20/8/2017) - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengungkapkan bahwa keterangan pers Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik, di depan para wartawan berbagai media tanggal 16 Agustus 2017 agak membingungkan publik.

Menurut pengamat migas ini, kesannya Elia Massa Manik hanya ingin cuci tangan alias buang badan atas anjloknya laba usaha PT Pertamina (Persero) di semester 1 tahun 2017 yang hanya USD 1,4 miliar. Dibandingkan keuntungan perusahaan di semester 1 tahun 2016 USD 1,83 miliar, turunnya sekitar 25% atau USD 430 juta, setara sekitar Rp 5,7 triliun (kurs Rp13.335).

"Mudah-mudahan aja gaya di Holding Perkebunan tidak ditularkan ke Pertamina. Seharusnya sebagai anak Sumut dia secara kesatria mengakui ke publik sebagai supir baru di sebuah perusahaan besar, ukurannya dan tingkat kerumitan distribusi BBM dan LPG di dunia daripada mengelola holding perkebunan atau PT Elnusa. Butuh waktu untuk mengkosolidasi dan memetakan persoalan yang begitu banyak dari hulu ke hilirnya," terang Yusri pada Minggu (20/8/2017).

Namun begitu, lanjut Yusri, menurut Elia Massa Manik pendapatan perusahaan  semester 1 tahun 2017 meningkat 19% yaitu USD 20,5 miliar, dibandingkan pendapatan semester 1 tahun 2016 yang hanya USD 17,2 miliar. Tetapi, EBITDA Pertamina turun dari USD 4,1 miliar pada semester 1 tahun 2016, menjadi USD 3,16 miliar pada semester 1 pada tahun 2017.

"Peningkatan pendapatan tersebut, banyak disumbang oleh penjualan produk BBM non subsidi," kata Elia dalam keterangan persnya.

Elia Massa Manik mengatakan, anjloknya laba Pertamina disebabkan, salah satu karena meningkatnya harga minyak mentah dunia di tahun 2017 dibandingkan harga minyak mentah dunia pada tahun 2016. Rata-rata kenaikan 69%. Selain itu, katanya juga karena faktor tidak naiknya harga jual solar subsidi dan harga Premium penugasan sampai September 2017. Elia juga mengatakan bahwa kondisi lingkungan eksternal sangat volatil dan tren harga minyak dunia terus meningkat.

Kesimpulan yang dibangun Elia Massa Manik menurut Yusri Usman agak terlalu pagi, dengan mengemukakan argumen tersebut di atas. Sebaliknya, aneh dan lucunya lagi, dia telah membengkakkan organisasi Pertamina menjadi 10 direksi dari awalnya hanya 7 saja.

Yusri Usman menjelaskan, hal lain yang perlu diketahui bahwa sejak awal Januari 2017 sampai saat ini BBM Premium hampir langka di sejumlah daerah Indonesia.

"Untung saja keluaran produk Pertalite dan Dexlite yang harganya tidak jauh beda dengan Premium dan Solar  ternyata sudah menyumbang banyak bagi laba perusahaan Pertamina," kata Yusri.

Oleh karena itu, lanjut Yusri, argumen Massa Manik bisa benar bagi negara produsen, itu berlaku bagi perusahaan migasnya seperti Exxon Mobil, British Petroleum dan Saudi Aramco dan negara-negara di Teluk. Terpuruk labanya dan banyak melakukan PHK. Tetapi, faktanya berbeda dengan Pertamina yang tidak ada PHK sejak tahun 2015 dan pada tahun 2016 di saat harga minyak rata-rata di bawah USD 40 per barrelnya. Bahkan, kata Yusri, secara mengejutkan bisa menempatkan perolehan laba Pertamina di nomor 3 dari perusahaan migas dunia, di atas Petronas.

"Seharusnya peningkatan harga minyak mentah dunia sektor hulu bisa memberikan kontribusi laba lebih besar bagi perusahaan daripada sektor hilir. Tetapi, kenyataannya sangat memprihatinkan laju peningkatan produksinya dari blok migas di luar negeri dibandingkan dana besar yang telah digelontorkan oleh Perusahaan selama ini. Contohnya pembelian saham 10% di blok Basker Gummy Australia tahun 2009, yang sudah melahirkan calon tersangka dari proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung (Jampidsus kejagung 18/8/2017). Belum lagi dugaan mark up akuisisi 65% blok Aljazair dari Conoco Philips senilai USD 1,7 miliar pada Desember 2012. Lalu, akuisisi 30% saham di blok Murphy  Malaysia senilai USD 2 miliar pada Oktober 2014, infonya lagi diselidiki juga oleh penegak hukum. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan statusnya ditingkatkan ke proses penyidikan dan  akan melahirkan tersangka juga," papar Yusri.

Yusri menegaskan, bisa jadi dugaan mark up dalam akusisi blok-blok migas di luar negeri telah menyumbang besar terhadap kurang besarnya laba yang seharusnya diraih oleh Pertamina. Bahkan hal itu mungkin diperparah oleh ketidakefisiennya kilang-kilang Pertamina yang biaya pokok  produksinya (BPP) berada di sekitar angka 1,03 sampai dengan 1,06. Jauh di bawah efisiensi kilang-kilang di Singapore yang BPP-nya bisa di bawah angka 1 dan sangat efisien. Bahkan, menurutnya minyak mentah milik Pertamina dari hasil blok West Qurna 1 Irak diolah di situ. Bukan seperti  beberapa kilang Pertamina malah rajin berhenti beroperasi "shutdown" di tahun 2017, seperti kilang Balikpapan, Balongan, dan Dumai.

"Untuk itu, Elia Massa Manik tidak perlu malu belajar dari mantan direksi lama yang berkinerja baik dan sangat fantastis. Berhasil melakukan inovasi-inovasi baru dan kebijakan efisiensi melalui program "break trough project" (BTP). Bisa menghemat USD 360 juta setiap tahunnya. Bahkan bila perlu di antara mereka usulkan saja duduk di posisi komisaris Pertamina. Ketimbang komisaris yang ada kinerjanya kurang bermanfaat bagi Pertamina. Bahkan bisa jadi beban saja dan banyak rangkap jabatan," tutur Yusri.

Sebagai tambahan, Yusri tutup dengan mempertanyakan, apakah kita tidak malu sebagai bangsa yang sudah merdeka 72 tahun? Ketika menjelang perayaan hari kemerdekaan menyaksikan kedatangan delegasi dari Singapore di kantor Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan tanggal 15 Agustus 2017 dengan menawarkan LNG untuk kebutuhan Pembangkit PLN di berbagai daerah.

Halaman:

Tags

Terkini