Jakarta, Klikanggaran.com (16/9/2017) - Beredarnya pemberitaan mengenai pertemuan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kapolri, Kapolda Sumatera Utara, dan Gubernur Papua, yang kabarnya dilakukan di Rumah Dinas Kepala BIN di bilangan Jakarta Selatan, Jalan Tirtayasa, membuat riuh jagad media sosial. Banyak yang beranggapan pertemuan tersebut adalah dalam rangka penekanan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, untuk mengamankan Jokowi 2019 dan mengamankan suara PDIP 2019.
Hal di atas telah menuai komentar dan pernyataan dari beberapa kalangan tokoh dan publik, salah satunya adalah Ferdinand Hutahaean yang merupakan Aktivis Rumah Amanah Bela Rakyat. Dengan tegas Ferdinand mengatakan bahwa hal tersebut telah mencederai demokrasi, jika benar Intelijen menekan Gubernur Papua untuk misi pemenangan Partai Politik.
"Ini tentu akan mencederai demokrasi yang susah payah dibangun sebagai buah manis Reformasi yang dibayar mahal, bahkan dengan nyawa para pahlawan reformasi. Jika benar Intelijen menekan Gubernur Papua untuk misi pemenangan Partai Politik, maka ini akan menjadi skandal besar demokrasi Indonesia. Dan, jika benar Intelijen menekan kepala daerah untuk memenangkan Jokowi 2019, maka ini juga skandal besar yang bisa berujung kepada pemberhentian Presiden oleh MPR DPR," kata Ferdinand Hutahaean pada Kamis (14/9/2017).
Pernyataan lainnya disampaikan oleh Komisioner KomnasHAM, Natalius Pigai, yang mengatakan bahwa BIN melakukan tugas melampaui kewenangan berdasarkan Konstitusi. BIN cenderung bertindak sebagai alat kekuasaan dan alat partai politik, dan abuse of power adalah tindakan destruktif terhadap keselamatan bangsa dan negara, demokrasi, hak asasi manusia, dan perdamaian menjadi pilar penting sebuah negara.
"Komnas HAM meminta DPR RI menggunakan kewenangannya untuk melakukan investigasi melalui Hak Angket kepada Presiden Jokowi dan Kepala BIN," kata Natalius Pigas dalam rilis yang beredar di media pada Jumat (15/9/2017).
Selain itu, Komnas HAM juga menyatakan bahwa pemaksaan kehendak kepada Lukas Enembe merupakan suatu pemaksaaan kehendak untuk menentukan nasib hidupnya (right to self determination), serta bertentangan dengan HAM untuk tidak dipaksa dan intimidasi baik fisik juga psikis.
"Oleh karena itu Komnas HAM sedang melakukan koordinasi dengan lembaga pemantau internasional untuk memonitor secara ketat dugaan dan indikasi gangguan keselamatan jiwa Lukas Enembe sebagai Tokoh Papua dan Gubernur Provinsi Papua, Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutup Pigai.