peristiwa

Pidato Presiden pada HUT TNI, Sindir Panglima TNI?

Sabtu, 7 Oktober 2017 | 09:55 WIB
images_berita_Sept17_HERI-Pidato

Jakarta, Klikanggaran.com (7/10/2017) - Ada yang cukup menghebohkan dari isi Pidato Presiden Jokowi ketika menjadi Inspektur Upacara di Hari Ulang Tahun TNI ke-72 di Dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017).

Dalam pidatonya, Presiden mengingatkan bahwa politik TNI adalah loyalitas kepada bangsa dan negara, sesuai dengan jati diri TNI yang disampaikan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

"Itu berarti kesetiaan memperjuangkan kepentingan rakyat. Kesetiaan menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kesetiaan kepada Pemerintah yang sah," ujar Jokowi di hadapan ribuan prajurit TNI yang hadir, seperti dikutip dari salah satu media online nasional.

Dari berbagai perbincangan publik yang dapat diserap Klikanggaran.com terbaca bahwa, isi pidato Presiden yang harus digarisbawahi adalah, TNI harus setia kepada pemerintah yang sah. Berarti TNI harus berpolitik mengikuti Politik Pemerintah, bukan berpedoman kepada politik negara. Hal ini, tentu menjadikan TNI tidak akan netral dalam politik, dan bisa-bisa TNI terseret lagi dalam politik praktis, kalau diperintahkan untuk dijalankan oleh TNI.

Selain itu, tafsir lain dari Pidato Presiden tersebut, barangkali untuk menyindir Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, yang dianggap sering muncul di publik karena kerap melakukan manuver yang membawa TNI berpolitik. Salah satu manuver Jenderal Gatot Nurmantyo adalah saat ia mengumpulkan para purnawirawan TNI, dan menyatakan adanya lembaga negara yang mau membeli 5.000 pucuk senjata illegal.

Tetapi, yang jelas kemunculan pemimpin TNI ini, dalam rangka berpolitik untuk negara, dan membela takyat. Karena saat ini, pemimpin sipil belum juga muncul di publik. Hal ini mungkin karena, ketika pemimpin sipil mau muncul, selalu ditangkap dan dituduh makar oleh Pemerintah sekarang. Maka, untuk mengisi kekosongan oposisi sebagai keseimbangan kekuasaan, saat ini muncul pemimpin dari "baju hijau", yaitu TNI. Sehingga mungkin, munculnya TNI dalam berpolitik negara ini, membuat ketakutan aparat negara lain.

Kemudian, kalau TNI diperintahkan harus mengikuti politik pemerintah, seharusnya Pemerintah Jokowi menaikkan porsi anggaran untuk TNI. Dalam catatan Kllikanggaran.com terlihat, pada tahun 2018, anggaran TNI  hanya akan dikasih sebesar Rp 105,7 triliun. Maka setiap angkatan TNI masing-masing akan mendapat jatah anggaran sebesar Rp 35 triliun.

Tidak seperti anggaran Polri, Pemerintah Jokowi dinilai publik seperti selalu memanjakan anggaran untuk Polri. Terlihat pada tahun 2018 saja, diperkirakan Polri akan mendapat jatah anggaran sekitar Rp 77,7 triliun. Dari porsi anggaran ini, publik mencatat, sudah terlihat bahwa pemerintah lebih suka kepada Polri daripada TNI. Kalau Pembaca suka yang mana? Baju hijau atau coklat?

(Baca juga: TNI dalam Pangkuan Ibu Pertiwi, Dulu Anak Kandung Sekarang Anak Tiri, Benarkah?

(Baca juga: TNI Ingin Jadi Lembaga Modern, Tapi Kementerian Pertahanan Masih Ambradul?)

Tags

Terkini