Mengenal Batasan dBA Sound Horeg di Jatim: Antara Hiburan, Aturan, dan Dampaknya bagi Kesehatan

(KLIKANGGARAN) --Di tengah maraknya acara musik jalanan dan hiburan rakyat, suara dentuman keras dari sound horeg menjadi pemandangan (dan pendengaran) biasa.

Namun, mulai 6 Agustus 2025, dentuman itu tak lagi sebebas dulu. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan aturan tegas: maksimal 120 dBA untuk acara statis dan 85 dBA untuk acara non-statis.

Gubernur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, aturan ini lahir dari kerja sama Pemprov, Polda, dan Kodam Jatim demi menjaga ketertiban dan kenyamanan. “Dengan aturan ini, kami berharap suasana di Jatim tetap kondusif dan tertib,” ujarnya.

Apa itu dBA?
dBA adalah satuan ukuran kebisingan yang disesuaikan dengan sensitivitas telinga manusia. Skala ini digunakan untuk menilai seberapa keras suara yang terdengar.

Sebagai gambaran, percakapan normal berada di kisaran 60 dBA, lalu lintas padat sekitar 85 dBA, dan suara konser musik bisa mencapai 110–130 dBA.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dikutip dari Cleveland Clinic, paparan suara di atas 120 dB bahkan dalam waktu singkat dapat menimbulkan kerusakan pendengaran permanen.

Sementara paparan berulang pada level 85 dB atau lebih secara bertahap juga bisa merusak sel-sel rambut halus di telinga bagian dalam yang tidak dapat diperbaiki.

Data dari WHO juga menunjukkan bahwa paparan suara berkepanjangan di atas 70–85 dB bisa berdampak negatif, dan untuk level 90 dB, waktu paparan aman hanya beberapa jam per minggu.

Standar Aman dBA.

Menurut WHO, suara hingga 80 dB, dalam durasi maksimum 40 jam per minggu, dianggap aman tanpa risiko pendengaran.

Rata-rata paparan suara harian 70 dB (24-jam) atau kurang dianggap bertahan dari risiko kehilangan pendengaran seumur hidup.

Ringkasan dampak dan implikasi dBA