Tap!
Amora menatap suaminya tanpa dapat berkata apa-apa. Jeritan hatinya menutup jendela cinta, namun bisikan halus di bilik hatinya yang lain menenangkan amarah dan kecewanya.
"Aku baru mengenalnya, Mas."
"Dan langsung menawarkan tubuhmu untuk dinikmatinya?"
Amora menatap punggung suaminya berlalu meninggalkannya sendiri di kamar yang tiba-tiba menjadi semakin panas itu. Tak ada kesempatan untuknya menjelaskan, tak ada lembaran untuknya membela diri, dan tak ada keinginan di hatinya untuk meraih itu. Diam-diam dilihatnya dari jendela yang masih terbuka menatap langit, suaminya melaju dengan kencang keluar garasi dan menghambur semakin jauh pada gelap malam.
***
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Siapkan Bantuan bagi Anak Yatim Terdampak Covid-19
Tengah malam Amora terbangun oleh suara isak tertahan. Perlahan dibukanya mata, mencari arah suara. Dilihatnya suaminya duduk sambil mendekap wajahnya menghadap jendela. Amora menatapnya keheranan, lalu dihampirinya suaminya. Ragu-ragu, Amora hanya menatap suaminya dari belakang. Sakit di hidungnya sudah tak terasa, tertutup sakit di dalam dadanya. Perlahan Amora kembali menenggelamkan diri di bawah selimut. Matanya kembali terpejam, namun hatinya terjaga.
"Apa yang terjadi? Kenapa dia menangis seperti itu?" bisik Amora dalam hatinya yang masih memar. "Ya Tuhan, sedemikian kecewa suamiku dengan tak adanya anak di dalam kehidupan kami. Jika aku tak pernah dapat melahirkan seorang anak pun untuknya, apa kira-kira yang akan dia lakukan padaku, Tuhan?"
Amora kian tenggelam dalam pekat selimut yang semakin menutupi wajahnya. Tak didengarnya lagi isak suaminya setelah pedih hanyut terbawa arus mimpi, lalu terbangun esok harinya, menemukan pagi yang seharusnya cerah. Amora mendapati suaminya tak ada lagi di kamarnya, juga di ruangan lain di rumah sepi itu. Dengan lesu dilaluinya pagi itu sendirian. Kemudian melaju perlahan di antara pejalan kaki dan pengemudi kendaraan bermotor di tengah arus lalu lintas yang masih belum begitu padat. Mobil suaminya sudah tak ada lagi di garasi. Lamunannya berakhir di pelataran parkir.
Artikel Terkait
Puisi Basi untuk Sang Maha
Bisik-Bisik di Bawah Selimut
Belajar dari Film Selesai, Apa yang Ingin Disampaikan Tompi?
Tips Sukses Melewati Hari di Tengah Pandemi
Monolog Sepatu Bekas